PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN SEBAGAI
KONSUMEN JASA DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TASIKMALAYA
SKRIPSI
Disusun oleh :
MAYA RUHTIANI
E1A008031
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang Perlindungan hukum
terhadap pasien sebagai konsumen jasa dalam pelayanan kesehatan di RSUD Tasikmalaya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap
pasien sebagai konsumen jasa dalam pelayanan kesehatan serta faktor-faktor apakah yang menunjang dan menghambat perlindungan hukum terhadap pasien di
RSUD Tasikmalaya.
Dalam penelitian ini penulis mengkaji sejauh mana
perlindungan hukum terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan tersebut
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit. Dengan metode yuridis
sosiologis penulis mengkaji mengenai perlindungan hukum terhadap pasien dengan
melihat sejauh mana hak-hak pasien dipenuhi oleh tenaga kesehatan serta rumah
sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap pasien
sebagai konsumen jasa dalam pelayanan kesehatan di RSUD Tasikmalaya Baik,
Faktor-faktor yang menghambat dan menunjang terdiri dari faktor Internal dan
eksternal yang meliputi faktor komunikasi, Informasi, kesadaran hukum,
fasilitas rumah sakit, lingkungan kerja serta sikap dari pasien.
Kata Kunci : Perlindungan Pasien, Rumah Sakit, Faktor Internal,
Faktor Eksternal
ABSTRACT
This study reviews about
the legal protection of patients as consumers of health care services in RSUD Tasikmalaya.
This study aims to determine how the legal protection of patients as consumers
of services in the health service and whether factors that support and pursue the
legal protection of patients in RSUD Tasikmalaya.
In This study, the
authors examine the extent to which the legal protection of patients in health
care is carried out by medical workers at the hospital. With juridical studies
of sociological method writer examines the
legal protections for patients to see to what extent the rights of patients met
by medical workers and hospitals. The results showed that the legal protection
of patients as consumers of health care services in RSUD Tasikmalaya are good, Factors that support and pursue consists of internal factors and external factors as
follow as communication, information, legal awareness, hospital facilities, the working environment and the attitude of the patients.
Keywords: Protection of Patients, Hospital, Internal Factors, External Factors
- Latar Belakang
Upaya Peningkatan kualitas hidup manusia di bidang
kesehatan merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut
meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non fisik. Di dalam
sistem Kesehatan Nasional disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan
yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan kompleks. Hal ini sesuai
dengan pengertian kesehatan yang diberikan oleh dunia Internasional sebagai berikut
: A state of complete physical, mental, and social, well being and
not merely the absence of deseaseor infirmity.[1]
Dalam
upaya peningkatan kualitas hidup dan pelayanan kesehatan yang memadai maka
pemerintah maupun swasta menyediakan institusi pelayanan kesehatan yang disebut
sebagai rumah sakit. Rumah Sakit yang merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat disediakan untuk kepentingan masyarakat dalam hal
peningkatan kualitas hidup. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan telah berkembang dengan pesat dan didukung oleh sarana kesehatan yang
semakin canggih, perkembangan ini turut mempengaruhi jasa professional di
bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu semakin berkembang pula. Berbagai
cara perawatan dikembangkan sehingga akibatnya juga bertambah besar, dan kemungkinan
untuk melakukan kesalahan semakin besar pula. [2]
Banyaknya
terjadi kasus-kasus serta gugatan dari pihak pasien yang melibatkan suatu rumah
sakit akibat dari pasien tidak puas atau malah dirugikan dengan pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit yang merupakan indikasi bahwa
kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat. Semakin sadar masyarakat akan
aturan hukum, semakin mengetahui mereka akan hak dan kewajibannya dan semakin
luas pula suara-suara yang menuntut agar hukum memainkan peranannya di bidang
kesehatan. Hal ini pula yang menyebabkan
masyarakat (pasien) tidak mau lagi menerima begitu saja cara pengobatan
yang dilakukan oleh pihak medis. Pasien ingin mengetahui bagaimana tindakan
medis dilakukan agar nantinya tidak menderita kerugian akibat kesalahan dan
kelalaian pihak medis.[3]
Menurut
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan menyatakan banyaknya kasus malpraktik di
Indonesia adalah akibat sistem kesehatan yang tidak menunjang. Menurut data
Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) dari tahun 1998
sampai tahun 2004 telah menangani 255 kasus malapraktik dan jarang diselesaikan
sampai tingkat penyidikan yang dikarenakan polisi juga masih tidak paham
tentang masalah kesehatan ini dan mengakibatkan penanganan polisi terhadap
kasus malapraktik kurang optimal.[4]
Ditinjau
dari segi ilmu kemasyarakatan dalam hal ini hubungan antara dokter dengan
pasien menunjukkan bahwa dokter memiliki posisi yang dominan, sedangkan pasien
hanya memiliki sikap pasif menunggu tanpa wewenang untuk melawan. Posisi
demikian ini secara historis berlangsung selama bertahun-tahun, dimana dokter
memegang peranan utama, baik karena pengetahuan dan keterampilan khusus yang ia
miliki, maupun karena kewibawaan yang dibawa olehnya karena ia merupakan bagian
kecil masyarakat yang semenjak bertahun tahun berkedudukan sebagai pihak yang
memiliki otoritas bidang dalam memberikan bantuan pengobatan berdasarkan
kepercayaan penuh pasien.[5]
Dari
penjelasan yang dikemukakan di atas maka masalah perlindungan hukum pasien
sebagai konsumen jasa dalam pelayanan kesehatan, mengandung permasalahan yang
sangat kompleks dan menarik untuk diteliti dan mendorong penulis untuk mengkaji
lebih dalam mengenai perlindungan hukum bagi pasien yang tumbuh dan berkembang
di kalangan dunia medis khususnya dalam konteks pelayanan kesehatan.
Hal ini
yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dalam konteks penyusunan
skripsi dengan judul sebagai berikut :
“Perlindungan Hukum Pasien Sebagai Konsumen
Jasa Dalam Pelayanan Kesehatan Di RSUD Tasikmalaya”.
- Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat ditarik
perumusan masalah sebagai berikut :
1)
Bagaimanakah perlindungan hukum
pasien sebagai konsumen jasa dalam pelayanan kesehatan di RSUD Tasikmalaya?
2)
Faktor-faktor apakah yang
menunjang dan menghambat perlindungan hukum pasien sebagai konsumen jasa dalam
pelayanan kesehatan di RSUD Tasikmalaya?
- Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum
pasien sebagai konsumen jasa dalam pelayanan kesehatan di RSUD Tasikmalaya
2.
Dan
untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menunjang
dan menghambat pelaksanaan perlindungan hukum pasien sebagai konsumen jasa
dalam pelayanan kesehatan di RSUD Tasikmalaya
- Kegunaan Penelitian
1.
Kegunaan teoritis
a.
Penelitian
ini diharapkan sebagai instrumen pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum Kesehatan.
b.
Penelitian
ini dapat menjadi acuan ilmiah bagi pengembangan Hukum Perlindungan Konsumen
dan Hukum Kesehatan di masa mendatang.
c.
Penelitian
ini dapat menambah perbendaharaan pustaka terutama dalam bidang hukum
perlindungan konsumen dan dalam bidang hukum kesehatan, menambah pengetahuan
penulis dan pembaca lainnya tentang Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum
Kesehatan.
2. Kegunaan
Praktis
Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen dan Hukum
Kesehatan, khususnya dalam praktik kedokteran. Dan sebagai acuan meningkatkan
kualitas pelayanan dari tenaga kesehatan kepada pasien sebagai konsumen jasa
dalam pelayanan kesehatan.
- Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan :
Yuridis Sosiologis[6]
2. Spesifikasi Penelitian : Deskripsi Analisis[7]
3. Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya
4. Sumber Data :
Data Primer
5. Metode Pengumpulan Data :
Wawancara
6. Penyajian Data : Teks Naratif dan Matriks Data
7. Metode Analisis Data : Kualitatif
- Hasil Penelitian
1. Hasil
Wawancara
a. Wawancara
mengenai hak informasi
Sebagai hasil dari wawancara kepada dokter,
perawat dan pejabat rumah sakit hampir semuanya menyebutkan bahwa mereka telah
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien, salah satunya ketika peneliti
mewawancarai seorang dokter sebut saja dokter “U” yang menyebutkan bahwa[8]:
“kami memberikan informasi mengenai penyakit yang diderita oleh
pasien seperti diagnosis, tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis
alternatif tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi”.
Hasil wawancara
kepada pasien tersebut memang semuanya menyatakan bahwa pasien telah
mendapatkan informasi yang dibutuhkan, seperti wawancara yang dilakukan kepada
keluarga pasien sebut saja namanya “Melati” yang menyebutkan bahwa [9]:
“Iya, setelah mendiagnosis waktu itu dokter memberikan informasi
mengenai penyakit apa yang diderita”.
Berdasarkan wawancara
kepada tenaga kesehatan di rumah sakit hampir semua mengatakan bahwa mereka
diharuskan untuk merahasiakan penyakit pasien kepada orang lain. Seperti
keterangan dari wawancara yang dilakukan kepada pejabat rumah sakit sebut saja
namanya “U” yang mengatakan bahwa :
“mengenai kerahasiaan penyakit pasien saya rasa itu merupakan suatu
keharusan dan hal tersebut berkaitan dengan kode etik yang dimiliki oleh
seorang dokter”.
Hasil wawancara
mengenai informasi tata tertib rumah sakit juga
ditanyakan kepada tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit dan dari wawancara
kepada pejabat rumah sakit sebut saja namanya “V” yang mengatakan bahwa :
“Mengenai informasi tata tertib hal tersebut sudah tercantum secara
jelas di setiap sudut rumah sakit yaitu dengan adanya papan informasi bagi
siapa saja yang datang ke rumah sakit dan dapat dibaca oleh para pengunjung
rumah sakit misalnya mengenai ketentuan anak yang masih dibawah umur tidak
boleh masuk ke ruangan pasien atau mengenai jam besuk pasien selain itu juga
jika ada keluarga pasien yang menginap akan ada surat izin untuk menginap dan
hal tersebut akan diinformasikan kepada keluarga pasien”.
Kemudian dari wawancara kepada pasien
penelliti memastikan hal tersebut kepada pasien dan memang semua mengatakan hal
yang sama yaitu:
“saya mengetahuinya dari papan mengenai tata
tertib di rumah sakit ini”
b.
Wawancara mengenai keamanan, kenyamanan dan
keselamatan
Berdasarkan hasil wawancara kepada tenaga kesehatan di rumah sakit semua
informan yang diwawancarai mengatakan bahwa pasien diberikan jaminan atas keamanan, kenyamanan dan
keselamatan, seperti hasil wawancara kepada salah satu perawat sebut saja
namanya “Z” mengatakan bahwa [10]:
“saya rasa iya, misalnya
untuk kenyamanan dari pasien orang yang menjenguk pasien dibatasi, untuk
keamanannya ada satpam yang mengawasi, dan untuk keselamatannya ada ruang
isolasi pada pasien yang mempunyai penyakit menular supaya tidak menularkan
penyakitnya kepada pasien lain.”
Sesuai dengan yang dikatakan oleh
perawat tersebut, pasien juga mengatakan hal yang sama, semua pasien yang
menjadi informan juga mengatakan bahwa mereka cukup aman dan nyaman selama
dirawat di rumah sakit seperti pernyataan yang dikatakan oleh salah seorang
pasien sebut saja namanya “Bisma” yang
mengatakan bahwa [11]:
“Saya kira dalam hal ini saya merasa aman dan
nyaman”
c. Wawancara
mengenai persamaan hak dalam pelayanan kesehatan
Berdasarkan dari hasil wawancara kepada dokter atau tenaga kesehatan di rumah sakit
hampir semuanya menyatakan bahwa tidak ada tindakan diskriminatif yang
dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan dan pihak rumah sakit kepada pasien
dan hal tersebut memang tidak diperbolehkan sebagaimana yang dikemukakan oleh
salah seorang dokter sebut saja namanya “U” yang mengatakan:
“tindakan diskriminatif tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan
kepada pasien”.
Sebagaimana yang dikatakan oleh
dokter tersebut, peneliti juga menanyakannya kepada pasien karena tentunya yang
mengalami adalah pasien, dari informan
yang diwawancarai tanggapannya berbeda-beda, ada yang menyebutkan bahwa dia
diperlakukan dengan baik, seperti yang dikatakan oleh “Bunga” yang mengatakan
bahwa[12]
:
“saya
diperlakukan dengan baik disini dan tidak dibeda-bedakan baik oleh perawat
ataupun oleh dokter”.
Namun ada juga pasien yang mengatakan sebaliknya seperti
yang dikatakan oleh pasien sebut saja namnya “Melati” yang mengatakan bahwa :
“iya, pas saya datang ke rumah sakit, saya merasa diperlakukan
diskriminatif, mungkin pihak rumah sakit memperkirakan saya berasal dari
keluarga yang tidak mampu tetapi setelah saya membayar sejumlah uang barulah
saya bisa diperlakukan dengan baik dan saya merasa dipersulit”.
Hal tersebut bisa saja terjadi seperti
yang dikatakan oleh salah seorang perawat sebut saja namanya “X” yang
mengatakan bahwa [13]:
“mengenai hal tersebut tentunya yang merasakan pasien jadi mengenai
hal tersebut saya kurang tau.”
d. Wawancara
mengenai kebebasan memilih atas pelayanan kesehatan
Hasil
wawancara kepada dokter “U” yang menyebutkan bahwa:
“jadi setelah pemeriksaan tergantung kepada pasien, mengenai
penolakan mungkin hal tersebut berkaitan dengan berbagai alasan seperti ekonomi
atau adanya ketidak sepahaman dengan dokter yang merawatnya..”.
“itu hak sepenuhnya dari pasien, dia boleh memilih tenaga kesehatan
dan kelas perawatan kecuali peserta jamkesmas karena sebagian haknya hilang
karena peserta jamkesmas adalah pasien yang ditanggung oleh pemerintah jadi
pasien tersebut sudah ditetapkan mengenai kelas perawatannya dan tidak boleh
memilih tenaga kesehatan yang diinginkannya”.
“pasien diminta persetujuannya untuk diberikan pelayanan
kesehatan”
Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh dokter
tersebut, keterangan yang diberikan oleh pejabat rumah sakit juga sama dengan
apa yang dikatakan dokter, pejabat rumah sakit “V” mengatakan bahwa :
“Pernah, biasanya pasien
menolak atas dasar ketidakmampuan biaya, maka biasanya dokter juga tidak dapat
melarang atau mengharuskan pasien untuk menggunakan pengobatan yang akan
diberikan oleh dokter karena itu merupakan hak dari pasien sendiri.
“mengenai kelas perawatan pasien diperbolehkan untuk memilih dan
untuk dokter, hal tersebut tergantung dari kelas perawatan yang dipilih oleh
pasien, kalau kelas perawatan utama dan VIP pasien boleh memilih namun di kelas
perawatan III hal tersebut disesuaikan dengan pemegang atau dokter yang merawat
dikelas III tersebut”
“pasien diminta persetujuannya untuk dirawat”.
Hampir semua tenaga kesehatan yang diwawancarai
mengungkapkan hal yang sama dan pasien yang diwawancarai juga hampir semua
mengungkapkan yang sama namun yang berbeda hanya pada saat memilih dokter saja,
seperti yang dikatakan oleh pasien sebut saja namanya “Bunga” dengan kelas
perawatan III :
““Tidak, saya
mengikuti apa yang dikatakan oleh dokter saja”.
“hal tersebut
diserahkan sepenuhnya kepada rumah sakit”.
“waktu saya
datang ke rumah sakit, saya diminta persetujuan dahulu oleh rumah sakit.”
Sama seperti yang
dikatakan oleh “Bunga”, sebut saja namanya “Melati” kelas perawatan VIP
mengatakan bahwa:
“Tidak, menurut saya
dokter bisa saja menerima untuk tidak melakukan pengobatan yang diinginkannya
karena itu semua merupakan hak dari pasien jadi semuanya saya kira akan
diserahkan sepenuhnya kepada pasien, dan saya kira mungkin dokter juga akan
menerimanya.
tidak, saya rasa untuk memilih dokter itu ditentukan oleh pihak
rumah
sakitnya kalau kelas perawatan kita diperbolehkan untuk memilih,
mengenai persetujuan saya diminta persetujuannya oleh pihak rumah
sakit”.
Hasil wawancara kepada perawat sebut saja namanya “X“ yang mengatakan bahwa :
“iya, kami hanya sebatas memberikan pelayanan kepada pasien dan yang
memutuskan adalah pasien untuk perawatan yang selanjutnya dan mengenai
pemilihan dokter biasanya dengan rujukan dari perawatan yang diterima pasien
sebelumnya”.
e. Wawancara
mengenai kebebasan menuntut hak-hak yang dirugikan
Hasil wawancara kepada dokter “W” yang mengatakan
bahwa:
“pasien dapat mengadukannya di bidang pelayanan”
“jika ada keluhan biasanya berkaitan dengan bidang pelayanan dan
tanggapan tentu saja akan ada dari bidang pelayanan tersebut dan biasanya akan
langsung diambil tindakan tertentu”.
Tanggapan dari pejabat rumah sakit
sebut saja namanya “V” yang mengatakan
bahwa :
“jika ada keluhan dari pasien, maka disini disediakan kotak saran
untuk menampung keluhan-keluhan dari pasien dan dari keluhan pasien yang
diterima dari kotak saran tersebut nantinya akan menjadi bahan evaluasi bagi
rumah sakit. Selain itu juga pasien dapat mengadukannya kepada staff yang
bersangkutan misalnya jika dirawat di Rawat Inap pasien dapat mengadukannya
kepada kepala Ruangan Rawat Inap”.
“keluhan pasien tersebut ditanggapi dengan baik dan setelah ada
keluhan maka dilakukan pendekatan kepada pasien dan apa yang dikeluhkan oleh
pasien tersebut menjadi bahan evaluasi dan nantinya untuk penjaminan mutu Rumah
Sakit kedepannya”.
Tanggapan dari perawat sebut saja
namanya “X” mengatakan bahwa :
“pasien dapat mengadukannya melalui kotak saran yang disediakan oleh
rumah sakit dan nantinya akan dibahas mengenai survey kepuasan pasien”.
“tentu saja pihak dari rumah sakit memberikan respon terhadap
keluhan pasien tersebut”.
Berdasarkan
hasil wawancara kepada pasien hampir semuanya biasanya langsung mengadukannya
kepada suster atau dokter yang merawatnya, seperti hasil wawancara kepada
pasien sebut saja namanya “Bunga” mengatakan bahwa :
“iaa dapat, biasanya saya langsung ke dokter yang merawat anak saya
atau ke kepala instalasinya langsung”.
“biasanya dokter langsung menanggapinya dan memberikan informasi
mengenai apa yang harus saya lakukan dan juga dokter mengambil tindakannya
secara langsung”.
Kemudian wawancara yang dilakukan kepada pasien “Melati”
yang mengatakan bahwa :
“saya mengadukan kepada susternya tetapi tidak ada tanggapan, dan
setelah itu saya juga tidak tau kemana saya harus mengadukannya”.
“tidak ada tanggapan yang saya harapkan dari rumah sakit atau tenaga
kesehatan”.
- Analisis
1.
Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai
Konsumen Jasa Konsumen Di RSUD
Tasikmalaya
Berdasarkan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran, Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
berdasarkan keempat Undang-undang tersebut maka
peneliti secara garis besar menyimpulkan bahwa ada 5 (lima) jaminan hak pasien
yang harus dipenuhi oleh pihak rumah sakit agar perlindungan hukum terhadap
pasien sebagai konsumen jasa dalam pelayanan kesehatan dapat terpenuhi yaitu :
1.
Jaminan Untuk Mendapat Informasi Pada
Saat Diberikan Pelayanan Kesehatan
2.
Jaminan Atas Keamanan, Kenyamanan dan
Keselamatan Atas Pelayanan Kesehatan
3.
Jaminan Atas Persamaan Hak Dalam
Pelayanan Kesehatan
4.
Jaminan Atas Kebebasan Memilih Atas
Pelayanan Keperawatan
5.
Jaminan Atas Kebebasan Untuk Menuntut
Hak-hak Yang Dirugikan
Setelah
menyimpulkan jaminan hak tersebut maka peneliti dalam melakukan penelitiannya
menggunakan metode wawancara kepada pasien, dokter/tenaga kesehatan serta
pejabat rumah sakit, seperti yang direncanakan sejak awal peneliti melakukan
wawancara kepada 9 (sembilan) Informan sebagai narasumber dan informan kunci
yaitu kepada 3(tiga) orang dokter (informan kunci), 1 (satu) pejabat rumah
sakit), 2 (dua) perawat dan 3 (tiga) pasien/keluarga pasien yang bertempat di
RSUD Tasikmalaya.
1.
Jaminan
Untuk Mendapat Informasi Pada Saat Diberikan Pelayanan Kesehatan
Secara Keseluruhan
pelayanan kesehatan pasien yang berkaitan dengan hak pasien untuk mendapatkan
informasi yang benar, jelas dan jujur dalam pelayanan kesehatan sudah baik dan
dapat dilaksanakan secara sepenuhnya hal tersebut dapat dibuktikan dengan
keterangan dari dokter sebagai informan kunci serta tenaga kesehatan yang lain
yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik serta pasien yang menyatakan bahwa
dokter/ tenaga kesehatan pada saat memberikan pelayanan kesehatan telah
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien.
Berdasarkan temuan
peneliti dari hasil wawancara kepada pasien, dokter/tenaga kesehatan serta
pejabat rumah sakit ada terdapat informasi yang berkaitan dengan kerahasiaan
medis, pencegahan penyakit menular serta kode etik sebagai seorang dokter namun
yang paling dominan disini memang mengenai informasi medis, dan hal ini juga
menunjukan bahwa jaminan pasien untuk mendapatkan informasi atas pelayanan
kesehatan telah dilaksanakan dengan implikasi baik dan dapat dapat diterima
oleh pasien.
2.
Jaminan
Atas Keamanan, Kenyamanan dan Keselamatan Atas Pelayanan Kesehatan
Secara keseluruhan
pemberian jaminan keamanan, kenyamanan dan keselamatan terhadap pasien selama
mendapatkan pelayanan kesehatan sudah dilaksanakan dengan implikasi baik dan
dapat diterima oleh pasien, hal ini dapat dibuktikan dari keterangan
dokter/tenaga kesehatan serta rumah sakit yang menyatakan bahwa pemberian
keamanan, kenyamanan dan keselamatan kepada pasien sudah dilakukan seperti
adanya petugas keamanan yang disediakan pihak rumah sakit untuk menjaga
keamanan pasien, serta untuk menjaga kenyamanan dan keselamatan pasien pihak
rumah sakit menyediakan ruangan khusus bagi pasien yang mempunyai penyakit yang
menular. Dari keterangan yang diberikan oleh pasien selama pasien diberikan
pelayanan kesehatan pasien merasa sudah diberikan keamanan, kenyamanan dan
keselamatan selama dirawat di rumah sakit.
3.
Jaminan
Atas Persamaan Hak Dalam Pelayanan Kesehatan
Secara keseluruhan
jaminan atas persamaan hak dalam pelayanan kesehatan telah dilaksanakan oleh
dokter/tenaga kesehatan serta rumah sakit dengan implikasi baik, hal ini dapat
dibuktikan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
dokter/tenaga kesehatan yang bersikap sama kepada pasien dalam memberikan
pelayanan kesehatan atau tidak membeda bedakan pasien baik pasien yang umum
ataupun pasien yang menggunakan jamkesmas.
4.
Jaminan
Atas Kebebasan Memilih Atas Pelayanan Keperawatan
Secara keseluruhan
jaminan atas kebebasan memilih atas pelayanan kesehatan telah dilaksanakan
sepenuhnya dan dapat diterima oleh pasien dengan implikasi baik, hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya persetujuan dari pasien untuk diberikan pelayanan kesehatan
oleh dokter/tenaga kesehatan, dengan adanya persetujuan dari pasien tersebut
hal ini membuktikan bahwa pasien bebas untuk memilih tenaga kesehatan serta
kelas perawatan yang diinginkannya dan rumah sakit tidak bertindak sepihak
kepada pasien pada saat pemberian pelayanan kesehatan serta adanya pernyataan dokter/ tenaga kesehatan, pejabat rumah sakit serta pasien sama yaitu
pasien dimintai persetujuannya untuk diberikan pelayanan kesehatan atau
pengobatannya.
5.
Jaminan
Atas Kebebasan Untuk Menuntut Hak-hak Yang Dirugikan
Secara
keseluruhan jaminan atas kebebasan untuk menuntut hak-hak yang dirugikan sudah
dilaksanakan oleh dokter/tenaga kesehatan serta rumah sakit terhadap pasien
dengan implikasi baik, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kotak saran yang
disediakan oleh pihak rumah sakit sebagai sarana untuk menampung
keluhan-keluhan dari pasien, pasien juga dapat mengadukan keluhannya kepada
dokter atau perawat secara langsung apabila pasien merasa tidak nyaman dengan
pelayanan kesehatan yang diberikan serta adanya bidang pelayanan yang merespon
positif terhadap keluhan-keluhan dari pasien dengan baik.
2.
Faktor-faktor
yang menunjang dan menghambat perlindungan hukum pasien sebagai konsumen jasa
dalam pelayanan kesehatan di RSUD Tasikmalaya?
Berdasarkan hasil
wawancara maka terdapat beberapa faktor yang dapat menunjang dan menghambat
adanya perlindungan hukum terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan, baik
faktor internal maupun faktor eksternal.
Faktor
internal dan eksternal yang menunjang adanya perlindungan hukum terhadap
pasien dalam pelayanan kesehatan yaitu :
1. Faktor Internal yang menunjang :
a. Informasi, merupakan hal yang sangat penting untuk
diberikan kepada pasien pada saat diberikan pelayanan kesehatan oleh
dokter/tenaga kesehatan supaya pasien mengetahui mengenai penyakit apa yang
diderita serta bagaimana cara pengobatan yang harus dilakukan agar pasien dapat
sembuh dari penyakitnya.
b. Komunikasi merupakan cara penyampaian yang
diberikan oleh dokter/tenaga kesehatan kepada pasien, dengan adanya komunikasi
yang baik maka informasi akan dapat tersampaikan dengan baik pula kepada
pasien.
c.
Peran
dokter/tenaga kesehatan, setelah adanya informasi dan komunikasi kepada pasien
maka disini juga ada peran dari dokter/tenaga kesehatan untuk memberikan
informasi dan komunikasi yang benar kepada pasien serta berfungsi sebagai
pendekatan kepada pasien.
d.
Sumber daya
manusia, jika sumber daya manusia yang ada di rumah sakit baik dan dapat
mencukupi kebutuhan pasien pada saat diberikan pelayanan kesehatan maka
perlindungan hukum terhadap pasien akan terlaksana dengan baik.
e. Kesadaran Hukum dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit
menjadi faktor yang menunjang adanya perlindungan hukum dalam pelayanan
kesehatan, hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya persetujuan pasien pada saat
diberikan pengobatan, hal ini menunjukkan adanya kesadaran hukum dari
dokter/tenaga kesehatan serta rumah sakit untuk memberikan perlindungan hukum
baik terhadap pasien maupun terhadap dokter/tenaga kesehatan serta perlindungan
hukum terhadap rumah sakit itu sendiri.
2. Faktor
ekstrenal yang menunjang :
a.
Motivasi
Pasien, hal ini memberikan dampak yang positif dan dapat menunjang adanya
perlindungan hukum terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan karena dengan
adanya motivasi yang baik dari pasien maka dapat dikatakan pelayanan kesehatan
yang baik telah diberikan oleh pihak rumah sakit.
b.
Kepatuhan
pasien, dengan adanya kepatuhan pasien maka perlindungan hukum terhadap pasien
dalam pelayanan kesehatan dapat terlaksana dengan baik.
Faktor
internal dan eksternal yang menghambat adanya perlindungan hukum terhadap
pasien dalam pelayanan kesehatan yaitu :
1.
Faktor
Internal yang menghambat :
a. Fasilitas dokter/tenaga kesehatan kurang memadai,
hal ini dapat dilihat dari keterangan perawat yang menyebutkan bahwa fasilitas
tenaga kesehatan terutama dokter masih kurang sehingga pasien tidak dapat
memilih tenaga kesehatan yang diinginkannya sebagai haknya.
b. Fasilitas Pengaduan kurang memadai, hal ini dapat
dibuktikan dengan tidak adanya fasilitas pengaduan yang diberikan oleh rumah
sakit untuk pasien.
c. Lingkungan kerja, lingkungan kerja yang kurang
baik akan berakibat adanya sikap yang kurang baik terhadap pasien, dengan sikap
yang kurang baik dari dokter/tenaga kesehatan akan menjadi faktor penghambat
dalam perlindungan hukum terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan karena
pasien akan merasa diberikan perlakuan yang tidak sama atau diksriminatif.
d. Komunikasi yang kurang, hal ini dibuktikan dengan
adanya pasien yang mengeluh karena pengaduannya tidak ditanggapi dengan serius
oleh rumah sakit, dengan adanya komunikasi yang kurang antara pasien dengan
dokter/tenaga kesehatan serta pihak rumah sakit maka akan menimbulkan
kesalahpahaman antara pasien dengan dokter/tenaga kesehatan serta pihak rumah
dan menjadi faktor penghambat adanya perlindungan hukum terhadap pasien dalam
pelayanan kesehatan.
2.
Faktor
eksternal yang menghambat :
a. Sikap pesimis pasien, dengan adanya sikap pesimis
dari pasien hal ini menunjukkan adanya pelayanan kesehatan yang tidak dapat
memuaskan pasien dan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada dokter/tenaga
kesehatan serta pihak rumah sakit hal ini dapat dibuktikn dari keterangan
pasien yang tidak tau lagi kemana mengadukan keluhannya dan seakan tidak
percaya lagi terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah
sakit, hal ini menjadi faktor yang menghambat adanya perlindungan hukum
terhadap pasien dalam pelayanan kesehatan.
H. Penutup
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
analisis sebagaimana dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Secara keseluruhan pelayanan kesehatan terhadap
pasien sebagai konsumen jasa dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum
Daerah Tasikmalaya sudah baik hal ini dapat dibuktikan dengan :
a) Terpenuhinya informasi yang dibutuhkan pasien
mengenai penyakitnya pada saat diberikan pelayanan kesehatan;
b) Adanya Pelaksanaan jaminan keamanan, kenyamanan
dan keselamatan pada saat diberikan pelayanan kesehatan
c) Pasien diperlakukan sama pada saat diberikan
pelayanan kesehatan oleh dokter/tenaga kesehatan;
d) Adanya persetujuan pasien dalam pemberian
pelayanan kesehatan sebagai realisasi pelaksanaan kebebasan pasien memilih
tenaga kesehatan dan kelas perawatan;
e) Disedikannya kotak saran, pengaduan langsung
kepada dokter/perawat dan adanya bidang pelayanan untuk pengaduan pasien.
2. Faktor- faktor yang menunjang dan menghambat
pelaksanaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya terdiri
dari faktor internal dan eksternal, faktor internal yang menunjang yaitu adanya
Informasi yang baik, komunikasi yang baik, peran dokter, sumber daya manusia
dan kesadaran hukum dokter/tenaga kesehatan serta rumah sakit dan sebagai faktor
eksternalnya yaitu adanya motivasi pasien dan kepatuhan pasien. Faktor Internal
yang menghambat yaitu fasilitas dokter/tenaga kesehatan yang kurang memadai,
fasilitas pengaduan kurang memadai serta faktor eksternal yang menghambat yaitu
komunikasi yang kurang dan sikap pesimis dari pasien
B.
SARAN
Sebagai Rumah Sakit Umum
pilihan utama dengan standar pelayanan nasional di Priangan Timur yang mampu
memberikan pelayanan sesuai dengan fungsinya sebagai intansi pelayanan publik
bersifat individual terhadap pasien maka hendaknya RSUD Tasikmalaya juga harus
selalu mementingkan aspek perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen
jasa dalam pelayanan kesehatan. Disini peneliti menyarankan agar RSUD
Tasikmalaya membentuk bagian khusus untuk melayani segala hal yang berhubungan
dengan kepentingan dari pasien yaitu dengan membentuk humas karena di RSUD
Tasikmalaya belum terdapat humas, dengan dibentuknya humas maka diharapkan akan
adanya peningkatan perlindungan hukum kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Johan Bahder. 2005. Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban Dokter. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Soejami. 1992. Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik.
Bandung : Citra Aditya Bakti.
Suryono, Indra Bastian. 2011. Penyelesaian Sengketa Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Chandrawila, Wila.
2001. Hukum Kedokteran. Bandung : CV. Mandar Maju.
Soekanto, Soerjono. 2010. Pengantar
Penelitian Hukum, Jakarta : UI PRESS.
Koeswadji, 1984. Hukum
dan Masalah Medik. Surabaya : Airlangga
University Press.
UNDANG-UNDANG
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
[1] Koeswadji, 1984, Hukum dan
Masalah Medik, Airlangga University Press, Surabaya, hal. 17
[2] Bahder Johan, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, hal.5.
[3] Soejami, 1992, Beberapa
Permasalahan Hukum dan Medik, Bandung, Citra Aditya, hal. 9.
[4] Indra Bastian Suryono, Op,cit,
hal.112-113.
[5] Wila Chandrawila, 2001, Hukum
Kedokteran, CV. Mandar Maju, Bandung, hal. 12.
[6] Ronny Soemitro
Hanitijo, 1988, Metodologi penelitian
Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia. Hlm. 14.